gapurapriangan.com – Masyarakat merasa tak mengerti mengapa minyak goreng hari ini menjadi sulit didapat dan ketika ada harganya tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET), padahal pemerintah sudah memberikan kebijakan adanya subsidi minyak untuk masyarakat Indonesia dengan anggaran yang tidak sedikit 7,6 triliun, dalam jangka waktu 6 bulan dan setiap bulannya pemerintah mendistribusikan 250 juta liter minyak goreng.
Khodijah salah satu warga dari Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Sabtu (12/3/2022), mengeluh akan kelangkaan minyak goreng saat ini. “Mengapa hari ini minyak bisa langka dan malah semakin mahal, mencari kesana kemari untuk mendapatkan minyak goreng yang disubsidi saja sangatlah sulit, ditanya ke pegawai supermaket swasta dan juga sebagian warung selalu kosong.
Padahal minyak goreng tersebut katanya sudah dijatah perorangnya, namun saya tidak pernah kebagian terus ketika mau membelinya,” ujar Khodijah saat ditemui tim GP. “Apa boleh buat kami membeli minyak curah yang cukup mahal dengan perliternya mulai Rp. 18.000 – Rp. 20.000, karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari walaupun minyak curah sering kali cepat habis saat digunaka tapi kami pun membutuhkannya, beda dengan dulu minyak goreng mudah ditemui dan harganya pun relatif terjangkau, apalagi kami warga pedesaan yang ekonominya pas-pasan melihat keadaan seperti ini kami menjadi prihatin terhadap kesejahteran warga yang kekurangan,” tambahnya.
Rizki sebagai tenaga pendidik pada salah satu sekolah swasta yang ada di Kabupaten Tasikmalaya di tempat yang berbeda ikut berkomentar, “anggaran yang cukup besar untuk subsidi minyak goreng namun masyarakat kebingungan dengan minyak, ada apakah dengan minyak saat ini? sudah ada kebijakan dari pemerintah namun masyarakat belum sejahtera. Dan mengapa pendistribusiannya itu harus ke supermaket terlebih dahulu.
Tidak langsung ke desa sehingga jelas dan terarah dalam distribusi, mungkin desa yang lebih tau akan jumlah penduduknya? apabila ke supermaket itu tidak teratur kebanyakannya tidak kebagian masyarakat itu. Mohon maaf ini apakah ada permainan antara pemegang kebijakan dengan sang distributor minyak goreng itu?” ujar Rizki.
Hal senada disampaikan oleh aktivis kepemudaan, Kades Oleng sapaan akrabnya, “menurut saya yang diinginkan oleh masyarakat itu penurunan harga minyak, seumpama subsidi itu terbatas waktunya dan juga kemungkinan mengambil anggaran dari program yang lain, perlu adanya pertimbangan lain dalam kebijakan tersebut,” katanya.
“Melihat kondisi dan menanggapi Indonesia termasuk salah satu penghasil minyak terbesar di Asia, tapi kenyataannya masyarakat sendiri sering kali dikeluhkan mengenai kelangkaan minyak goreng saat ini, namun ditemui pada jejaring sosial terdapat penjualan secara online minyak goreng itu cukup banyak yang menawarkan, ya walaupun harganya cukup tinggi, nah yang menjadi pertanyaan dari mana mereka mendapatkan minyak goreng tersebut? disuplai dari mana? sehingga masyarakat pun bertanya tanya,” tambahnya.
“Pada dasarnya bangsa ini memiliki sumber daya alam yang melimpah, yang mana tugas kita adalah bagaimana cara kita untuk dapat mengolah kekayaan tersebut agar tepat guna dan berkesinambungan, bukan hanya sebatas bantuan sosial yang kita harapkan, justru adanya bantuan sosial yang tidak merata seolah menjadi diskriminasi pada masyarakat apabila sasarannya tidak tepat, apalagi dengan kondisi seperti ini, seolah kita selalu berpangku tangan terhadap bantuan tersebut.
Perlu adanya kebijakan lain disamping untuk percepatan pemulihan ekonomi, dan supaya masyarakat kembali bergeliat, perlu adanya dorongan lain seperti halnya dukungan terhadap UMKM melalui pola bantuan pemasaran produk baik berupa barang maupun jasa secara menyeluruh, pemberian edukasi dan pelatihan secara terarah dan terkontrol dalam pengembangan usaha sehingga terdorong akan ekonomi kemandirian untuk masyarakat, apalagi masyarakat di pedesaan perlu diarahkan dengan sebaik mungkin, potensi dan pelung kemajuan bangsa itu tolak ukurnya ada di pedesaan, “ pungkasnya. (Fauzi)